Minggu, 25 Juli 2010

-Qo yg berangkat, sedikit...??-

Dalam perang tabuk, catatan sejarah berkisah kepada kita tentang suatu peristiwa sebagai berikut, "Rasulullah berangkat perang, kemudian beliau membiarkan adanya orang yang tetap tinggal di rumah, tidak mau berangkat bersamanya, kemudian orang2 bertanya kepada beliau, " Ya Rasulullah, engkau meninggalkan seseorang disana?" kemudian beliau menjawab, " biarkan dia, jika memang hal itu baik, maka Allah akan mempertemukan (meyusulkan) kembali orang itu denganmu, namun jika tidak, maka Allah telah membuatmu (santai) teringankan beban darinya." Di potongan cerita yang lain, ketika beliau diberi tahu tentang ketertinggalan Abu Dzar, sebagaimana seorang Abu Dzar yang kita tahu adalah salah satu orang yang pertama masuk Islam, Rasulullah tetap menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sama. Hingga suatu riwayat dikatakan kepada beliau, " Ya Rasulullah, Abu Dzar tertinggal dan untanya berjalan lambat", kemudian beliau mengatakan, "Biarkan dia, jika memang dalam dirinya terdapat kebaikan, maka dia akan menyusulmu, namun jika tidak demikian, maka Allah akan membuatmu (santai) teringankan beban darinya."


dua fragmen kisah yang senada di atas, lebih kurang, seringkali kita hadapi maupun kita alami. Entah kita sebagai panglima perang ataupun sebagai prajurit. Seringkali seperti itu. Kader yang ijin ini itu, tertinggal, ‘ontanya’ lambat, atau mungkin yang masih ada ‘masalah’, dll. Itu semua menjadi ‘varian’ psikologi kader dalam menanggapi seruan atau perintah amanah. Ya, beban, itu kata Rasulullah al Musthofa. Tidak semua kader itu bisa menggendong, menggendong amanah, menggendong kesulitan, menggendong penderitaan, hawa nafsu, dan menggendong segala hal yang menjadi batu-batu dalam dakwah.
Tetapi diantara mereka ada yang harus digendong, sehingga dakwalhah, atau saudara-saudaranya yang tuluslah yang harus menggendong dia. Menggendong beban. Karena mereka itu (kader yang digendong) adalah beban. Ketika beban itu tinggal di rumah, tertinggal dari rombongan, ‘ontanya’ lambat, maka yang terjadi sebetulnya bukanlah dakwah semakin lemah, tetapi da’i-da’I yang tulus bahkan teringankan bebannya. Bahkan, ketika yang tertinggal adalaha kader selevel Abu Dzar, yg qt tidak ragu keislamannya, iltizamnya, tarbiyahnya, tadhiyahnya,. Sekali lagi, meskipun dia kader level atas sekalipun tidak menjamin. Mungkin inilah seleksi dari Allah, setelah kader-kader tertarbiyah.
Indah sekali ketika saudara2 sesama pejuang, sesame aktifis, ketika melihat salah satu saudara nya menyusul, seperti yang di contohkan oleh para sahabat yang di atas, mereka berebut menjemput dengan perasaan bahgaia dan senang. Bersalaman, memeluk erat, dan tak lupa senyum. Bukan malah sebaliknya, dadanya semakin sempit ketika ikhwah lain bergabung. Na’udzubillah. Alangkah indahnya, ketika seseorang ikhwah muslim yang sempat tidak kuat imannya dan goncang tekadnya sehingga dia pada awalnya tidak berangkat, dan akhirnya menyusul, dia malah mendapat hadiah terindah dari pemimpinnya berupa doa “Rahmat Allah semoga terlimpah kepadamu…” Allahu Akbar..


Qt berdoa kepada Allah SWT, semoga Allah azza wa jalla menggolongkan kita sebagia muslim yang betul2 meneladani Rasulullah dan para sahabat yang mulia, dalam segala situasi, termasuk dalam varian psikologi kader yang banyak kita hadapi. Qt juga berdoa kepada Allah agar memudahkan langkah2 kaki kita dan menganugrahkan keikhlasan kepada kita dalam melaksankan apa yang diperintah Allah..
Wallhualambishowab…


Sumber : diambil dari Buletin Tarbiyah/15 ^^



Semoga kita bukan termasuk da’I2 yg ‘digendong’, yang selalu meminta izin ketika amanah itu datang……
Besok akan dimulai kembali,
Mencari prajurit pejuang Allah…
Siapkan strategi…siapkan hati…siapkan ruhiyah….Luruskan niat…Hanya karena Allah…
Yang penting berjuang semax mungkin,
Hasilnya..? bukan hak qt u/ menentukan..

Innalaha ma ana, \\(^^)//
Bismillah…

Rabu, 21 Juli 2010

in the sparkling night, although I do not see it...


pukul 03.27 saat pertama kali menulis kalimat ini,

fiuhh....knp mata ini belum bisa terpejam...??

pdhl hr ne mgkn akn lumayan melelahkan,

hearing, bayar SPP, dan perjalanan ke kota sebelah,bersama teman2, menghdiri undangan (ijin kul dl yaa)..

barakallah buat mbakuw sayang yg telah menggenapkan 1/2 diennya, dan mnjadi 2/3 wanita sesungguhnya,,sayang tdk bisa ikut pada saat ijab qobul di sematkan...=)

tp semoga untaian doa yang teralun dr keluarga UAKI dsni bs sampai, kami semua ikut bahagia,,

lumayan banyak berpikir d malam ini,

mgkn lebih tepatnya merenung...

sayang..sdg 'tdk bs' bersujud+bermunajat kpd Sang Cinta d malam ini,

hr ini pula, aku tdk bs mengendalikan hati ini..

&amanah itu akan selalu ada...

dan mgkn akn terus bertambah..

rintangan yg menghadang pun mgkn tdk sedikit,

tnggal kita memilih,

akan menorehkan tinta yg mana...??

bismillahi tawakaltu Alallah..

InsyaAllah, Allah tau ap yg terbaik buat qt semua,

biarkan qt terus berusaha dan bertawakal,

dan biarkan skenario Allah terus berjalan...

walaupun terkadang beribu pertanyaan berjalan lalu lalang..

hope, today I can do more for all..

bismillah...

-must ready for the next-

Minggu, 18 Juli 2010

10 Pohon Ramadhan...

Ibarat sebuah tanaman, maka amaliyah Ramadhan adalah pohonnya. Mediumnya adalah bulan Ramadhan. Pohon apa yang kita tanam di medium Ramadhan, itulah yang akan kita petik, itulah yang akan kita nikmati. Karena “siapa menanam dia yang menuai”.

Pertanyaannya; Pohon apa saja yang perlu kita tanam di bulan suci ini?

Paling tidak ada 10 pohon Ramadhan yang mesti kita tanam di medium bulan Ramadhan ini:


Pohon pertama, shaum. Tidak sekedar menahan hal yang membatalkan shaum –makan, minum dan berhubungan biologis- dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari saja. Karena, kalau hanya sekedar menahan yang demikian, boleh jadi anak kecil, usia SD bisa melakukannya. Betapa anak-anak kita sudah belajar shaum semenjak dibangku sekolah bukan?

Nah, kalau demikian, apa bedanya shaumnya kita dengan mereka?

Harus ada nilai lebih, yaitu menjaga dari yang membatalkan nilai dan pahala shaum.

Apa yang membatalkan nilai shaum. Di antaranya bohong, ghibah, namimah, mengumpat, hasud dan penyakit hati lainnya. Dengan demikian, mata, telinga, lisan, tangan, kaki dan anggota badan kita ikut serta shaum.

“Betapa banyak orang yang shaum, tidak mendapatkan sesuatu kecuali hanya rasa lapar dan dahaga semata.” Begitu penegasan Rasulullah saw.

Pohon kedua, sahur. Sahur tidak pengganti sarapan pagi, bukan juga penambah makan malam. Namun sahur yang penuh berkah, yang dilakukan diakhir jelang waktu fajar. Di sinilah waktu-waktu yang sangat mahal, doa dikabulkan, permintaan dipenuhi. Sehingga ketika melaksanakan sahur tidak tidak sambil nonton hiburan, tayangan yang melenakan, oleh media elektronik. Sibukkan diri dan keluarga kita dengan mensyukuri nikmat Allah dengan bersama-sama melaksanakan sunnah sahur ini dengan penuh hikmat dan kekeluargaan.

“Sahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan.” Begitu sabda Rasulullah saw. mengajarkan.


Pohon ketiga, ifthar. Buka puasa. Sunnah buka puasa itu disegerakan. Ketika dengar kumandang adzan Maghrib, segera lakukan buka puasa. Jangan tunda, jangan sok kuat, nanti bakda tarawih saja, bukan.

Dengan apa kita ifthar? Sunnahnya dengan ruthab atau kurma muda. Berapa biji? Bilangan ganjil satu atau tiga biji. Kalau tidak ada, seteguk air putih. Itu yang dilakukan Rasulullah saw. bukan dengan memakan aneka hidangan, ragam makanan, bukan. Dan Rasulullah saw. pun baru makan besar setelah shalat tarawih.

Ifthar bukan ajang balas dendam, seharian manahan lapar, ketika bedug Maghrib, seakan ingin melampiaskan rasa laparnya dengan memakan semua yang ada. Perilaku ini tentu tidak akan membawa dampak perubahan dalam kehidupan pelakunya. Justeru dengan berlapar-lapar sambil merenungkan hikmah shaum dan menjadi bukti kesyukuran adalah sebagian dari target berpuasa. Sehingga dengan sadar dan hikmat kita berdoa saat berbuka:

“Yaa Allah, kepada-Mu aku shaum, dengan rizki-Mu aku berbuka, telah hilang rasa haus-dahagaku, kerongkongan telah basah, karena itu tetapkan pahala bagiku, insya Allah.”



Pohon keempat, tarawih. Tarawih berasal dari akar kata “raaha-yaruuhu-raahatan-watarwiihatan- yang artinya rehat, istirahat, santai. Sehingga shalat tarawih adalah shalat yang dilaksanakan dengan thuma’ninah, santai, khusyu’ dan penuh penghayatan, bukan hanya sekedar mengejar target bilangan rekaatnya saja, mau delapan, dua puluh, empat puluh, silahkan dikerjakan, asal memperhatikan rukun, wajib, dan sunnah shalat.

Kalau kita disuruh memilih, apakah shalat tarawih di masjid yang dalamnya dibaca “idzaa jaa’a nashrullahi wal fathu” atau shalat tarawih di masjid yang baca “idzaa jaa’akal munaafiquna qaaluu nasyhadu innaka larasuuluh…” Pilih mana?

Kita tidak dalam posisi membandingkan surat yang dibaca, semua adalah surat dalam Al-Qur’an, namun kita ingin membandingkan sikap kita, apa kita pilih yang panjang-panjang namun khusyu’ atau pilih yang pendek-pendek namun secepat kilat.

Umat muslim harus berani mengevaluasi diri dalam hal pelaksanaan shalat tarawih ini. Sebab, sudah kesekian kali kita melaksanakan shalat tarawih dalam hidup kita, namun kita belum bisa meresapi, merenungkan dan mendapatkan manisnya shalat, bermunajat kepada Allah swt. secara langsung.

Bukankah Rasulullah saw. meneladankan kepada kita, bahwa beliau shalat tarawih, di reka’at pertama setelah beliau membaca surat Al-Fatihah, beliau membaca surat Al-Baqarah sampai selesai, para sahabat mengira beliau akan ruku’, namun beliau melanjutkan membaca surat An-Nisa’ sampai selesai, para sahabat kembali mengira beliau akan ruku’, namun kembali beliau membaca surat Ali-Imran sampai selesai, baru beliau ruku’. Sedangkan ruku’, i’tidal dan sujud beliau lamanya seperti beliau berdiri rekaat pertama. Subhanallah!

Tentu kita tidak sekuat Rasulullah saw. namun yang kita teladani dari beliau adalah pelaksanaannya, dengan cara yang thuma’ninah, khusyu’ dan penuh tadabbur.


Pohon kelima, tilawatul Qur’an. Membaca Al-Qur’an. Atau yang populer adalah tadarus Al-Qur’an. Tadarus tidak hanya dilakukan di bulan suci ini, juga dilakukan setiap hari di luar Ramadhan, namun pada bulan suci ini tadarus lebih dikuatkan, ditambahkan kuantitas dan kualitasnya. Setiap malam, Rasulullah saw. bergantian bertadarus dan mengkhatamkan Al-Qur’an dengan malaikat Jibril.

Imam Malik, ketika memasuki bulan suci Ramadhan meninggalkan semua aktivitas keilmuan atau memberi fatwa. Semua ia tinggalkan hanya untuk mengisi waktu Ramadhannya dengan tadarus.

Imam Asy-Syafi’i, si-empunya madzhab yang diikuti di negeri ini, ketika masuk bulan Ramadhan ia mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali, sehingga beliau khatam Al-Qur’an 60 kali selama sebulan penuh. Subhanallah!

Kita tidak perlu mendebat, apakah itu mungkin? Bagaimana caranya beliau bisa melakukan hal itu? Esensi yang jauh lebih penting adalah, semangat dan mujahadah yang kuat itulah yang mesti kita miliki dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.


Pohon keenam, ith’aamul ifthor.
Memberi berbuka puasa. Jangan diremehkan memberi berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, baik langsung maupun lewat masjid. Walau hanya satu butir kurma, satu teguk air, makanan, minuman dan lainnya. Sebab, nilai dan pahalanya sama seperti orang yang berpuasa yang kita kasih berbuka itu. Di negara-negara Timur-Tengah, tradisi dan sunnah memberi buka puasa ini sangat kental. Hampir-hampir setiap rumah membuka pintu selebar-lebarnya bagi para kerabat, musafir, tetangga, sahabat, untuk berbuka bersama dengan mereka.

Kita jadikan memberi buka bersama ini sebagai sarana menebar kepedulian, kekeluargaan, keakraban, dengan sesama, lebih lagi sebagai sarana fastabiqul khairat.


Pohon ketujuh, i’tikaf. Melaksanakan i’tikaf 10 hari akhir Ramadhan. Inilah amalan sunnah muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw. semasa hidupnya. Lebih dari 8 atau 9 kali beliau beri’tikaf di bulan suci ini, bahkan di tahun di mana beliau meninggal, beliau beri’tikaf 20 hari akhir Ramadhan. Beliau membangunkan istri-sitrinya, kerabatnya untuk menghidupkan malam-malam mulia dan mahal ini. (baca i’tikaf)

Pohon kedelapan, taharri lailatail qadar. Memburu lailatul qadar. Usia rata-rata umat Muhammad adalah 60 tahun, jika lebih, itu kira-kira bonus dari Allah swt. Namun usia yang relatif pendek itu bisa menyamai nilai dan makna usia umat-umat terdahulu yang bilangan umur mereka ratusan bahkan ribuan tahun. Bagaimana caranya? Ya, dengan cara memburu lailatul qadar, sebab orang yang meraih lailatul qadar dalam kondisi beribadah kepada Allah swt., berarti ia telah berbuat kebaikan sepanjang 1000 bulan atau 84 tahun 3 bulan penuh. Jika kita meraih lailatul qadar sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya, maka nilai usia dan ibadah kita bisa menyamai umat-umat terdahulu.

Rahasia inilah yang di yaumil akhir kelak, umat Muhammad saw. dibangkitan dari alam kubur terlebih dahulu, dihisab terlebih dahulu, dimasukkan ke surga terlebih dahulu, dan juga dimasukkan ke neraka terlebih dahulu, waliyadzu billah.

“Pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang dari kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang dari kebaikan.” (H.R. Ahmad)

Pohon kesembilan, umroh. Melaksanakan ibadah umroh dibulan suci Ramadhan, terutama 10 akhir Ramadhan. Sebab melaksanakan umroh di bulan suci ini seperti malaksanakan ibadah haji atau ibadah haji bersama Rasulullah saw.

“Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji.” Dalam riwayat yang lain: “Sebanding haji bersamaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pohon kesepuluh, menunaikan ZISWAF, yaitu mengeluarkan zakat, infaq, sedekah dan wakaf. ZISWAF adalah merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, ibadah yang terkait dengan harta dan berdampak pada manfaat sosial. Mengeluarkan ZISWAF tidak hanya bulan suci Ramadhan, kecuali zakat fitrah yang memang harus dikeluarkan sebelum shalat iedul fitri, sedangkan zakat-zakat yang lain, sedekah dan infaq dilakukan kapan saja dan di mana saja, namun karena bulan Ramadhan menjanjikan kebaikan berlipat, biasanya kesempatan ini tidak disia-siakan umat muslim, sehingga umat muslim berbondong-bondong menunjukkan kepeduliannya dengan berZISWAF. Tentu dilakukan dengan baik, benar dan tidak memakan korban. Lebih baik lagi jika disalurkan lewat Lembaga Amil Zakat yang memang mengelola dana-dana umat ini sepanjang hari, tidak hanya tahunan.

Berbicara tentang potensi ZISWAF di negeri ini sangatlah besar jumlah, setiap tahunnya potensi ZISWAF itu 19, 3 Trilyun Rupiah. Subhanallah, dana yang tidak sedikit yang jika bisa digali, diberdayakan, maka ekonomi umat Islam akan lebih baik.

Inilah 10 pohon Ramadhan, “Siapa menanamnya ia akan menuai”, biidznillah. Allahu a’lam

Sepuluh Langkah menyambut Ramadhan

  
1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)

Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.

2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita. Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.

3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan. Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]

6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan. Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.

7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]

8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.

9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:

· buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.

· membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.

10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

(Disadur dari artikel kiriman seorang sahabat)

jangan lari dari cobaan hidup...

  
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

dakwatuna.com – “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha, maka baginya keridhaan Allah; namun barangsiapa yang murka, maka baginya kemurkaan Allah.”

Sabda Rasulullah saw. ini ada dalam Kitab Sunan Tirmidzi. Hadits 2320 ini dimasukkan oleh Imam Tirmidzi ke dalam Kitab “Zuhud”, Bab “Sabar Terhadap Bencana”.

Hadits Hasan Gharib ini sampai ke Imam Tirmidzi melalui jalur Anas bin Malik. Dari Anas ke Sa’id bin Sinan. Dari Sa’id bin Sinan ke Yazid bin Abu Habib. Dari Yazid ke Al-Laits. Dari Al-Laits ke Qutaibah.

Perlu Kacamata Positif

Hidup tidak selamanya mudah. Tidak sedikit kita saksikan orang menghadapi kenyataan hidup penuh dengan kesulitan. Kepedihan. Dan, memang begitulah hidup anak manusia. Dalam posisi apa pun, di tempat mana pun, dan dalam waktu kapan pun tidak bisa mengelak dari kenyataan hidup yang pahit. Pahit karena himpitan ekonomi. Pahit karena suami/istri selingkuh. Pahit karena anak tidak saleh. Pahit karena sakit yang menahun. Pahit karena belum mendapat jodoh di usia yang sudah tidak muda lagi.

Sayang, tidak banyak orang memahami kegetiran itu dengan kacamata positif. Kegetiran selalu dipahami sebagai siksaan. Ketidaknyamanan hidup dimaknai sebagai buah dari kelemahan diri. Tak heran jika satu per satu jatuh pada keputusasaan. Dan ketika semangat hidup meredup, banyak yang memilih lari dari kenyataan yang ada. Atau, bahkan mengacungkan telunjuk ke langit sembari berkata, “Allah tidak adil!”

Begitulah kondisi jiwa manusia yang tengah gelisah dalam musibah. Panik. Merasa sakit dan pahit. Tentu seorang yang memiliki keimanan di dalam hatinya tidak akan berbuat seperti itu. Sebab, ia paham betul bahwa itulah konsekuensi hidup. Semua kegetiran yang terasa ya harus dihadapi dengan kesabaran. Bukan lari dari kenyataan. Sebab, ia tahu betul bahwa kegetiran hidup itu adalah cobaan dari Allah swt. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)

Hadits di atas mengabarkan bahwa begitulah cara Allah mencintai kita. Ia akan menguji kita. Ketika kita ridha dengan semua kehendak Allah yang menimpa diri kita, Allah pun ridha kepada kita. Bukankah itu obsesi tertinggi seorang muslim? Mardhotillah. Keridhaan Allah swt. sebagaimana yang telah didapat oleh para sahabat Rasulullah saw. Mereka ridho kepada Allah dan Allah pun ridho kepada mereka.

Yang Manis Terasa Lebih Manis

Kepahitan hidup yang dicobakan kepada kita sebenarnya hanya tiga bentuk, yaitu ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta. Orang yang memandang kepahitan hidup dengan kacamata positif, tentu akan mengambil banyak pelajaran. Cobaan yang dialaminya akan membuat otaknya berkerja lebih keras lagi dan usahanya menjadi makin gigih. Orang bilang, jika kepepet, kita biasanya lebih kreatif, lebih cerdas, lebih gigih, dan mampu melakukan sesuatu lebih dari biasanya.

Kehilangan, kegagalan, ketidakberdayaan memang pahit. Menyakitkan. Tidak menyenangkan. Tapi, justru saat tahu bahwa kehilangan itu tidak enak, kegagalan itu pahit, dan ketidakberdayaan itu tidak menyenangkan, kita akan merasakan bahwa kesuksesan yang bisa diraih begitu manis. Cita-cita yang tercapai manisnya begitu manis. Yang manis terasa lebih manis. Saat itulah kita akan menjadi orang yang pandai bersyukur. Sebab, sekecil apa pun nikmat yang ada terkecap begitu manis.

Itulah salah satu rahasia dipergilirkannya roda kehidupan bagi diri kita. Sudah menjadi ketentuan Allah ada warna-warni kehidupan. Adakalanya seorang menatap hidup dengan senyum tapi di saat yang lain ia harus menangis.

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Ali ‘Imran: 140)

Begitulah kita diajarkan oleh Allah swt. untuk memahami semua rasa. Kita tidak akan mengenal arti bahagia kalau tidak pernah menderita. Kita tidak akan pernah tahu sesuatu itu manis karena tidak pernah merasakan pahit.

Ketika punya pengalaman merasakan manis-getirnya kehidupan, perasaan kita akan halus. Sensitif. Kita akan punya empati yang tinggi terhadap orang-orang yang tengah dipergilirkan dalam situasi yang tidak enak. Ada keinginan untuk menolong. Itulah rasa cinta kepada sesama. Selain itu, kita juga akan bisa berpartisipasi secara wajar saat bertemu dengan orang yang tengah bergembira menikmati manisnya madu kehidupan.

Bersama Kesukaran Selalu Ada Kemudahan

Hadits di atas juga berbicara tentang orang-orang yang salah dalam menyikapi Kesulitan hidup yang membelenggunya. Tidak dikit orang yang menutup nalar sehatnya. Setiap kegetiran yang mendera seolah irisan pisau yang memotong syaraf berpikirnya. Kenestapaan hidup dianggap sebagai stempel hidupnya yang tidak mungkin terhapuskan lagi. Anggapan inilah yang membuat siapa pun dia, tidak ingin berubah buat selama-lamanya.

Parahnya, perasaan tidak berdaya sangat menganggu stabilitas hati. Hati yang dalam kondisi jatuh di titik nadir, akan berdampat pada voltase getaran iman. Biasanya perasaan tidak berdaya membutuhkan pelampiasan. Bentuk bisa kemarahan dan berburuk sangka. Di hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi di atas, bukan hal yang mustahil seseorang akan berburuk sangka terhadap cobaan yang diberikan Allah swt. dan marah kepada Allah swt. “Allah tidak adil!” begitu gugatnya. Na’udzubillah! Orang yang seperti ini, ia bukan hanya tidak akan pernah beranjak dari kesulitan hidup, ia justru tengah membuka pintu kekafiran bagi dirinya dan kemurkaan Allah swt.

Karena itu, kita harus sensitif dengan orang-orang yang tengah mendapat cobaan. Harus ada jaring pengaman yang kita tebar agar keterpurukan mereka tidak sampai membuat mereka kafir. Mungkin seperti itu kita bisa memaknai hadits singkat Rasulullah saw. ini, “Hampir saja kemiskinan berubah menjadi kekufuran.” (HR. Athabrani)

Tentu seorang mukmin sejati tidak akan tergoyahkan imannya meski cobaan datang bagai hujan badai yang menerpa batu karang. Sebab, seorang mukmin sejati berkeyakinan bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan. Setelah hujan akan muncul pelangi. Itu janji Allah swt. yang diulang-ulang di dalam surat Alam Nasyrah ayat 5 dan 6, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Jadi, jangan lari dari ujian hidup!

Tips persiapan Ramdhan..

Pertama, I'dad Ruhi Imani, yakni persiapan ruh keimanan. 

Orang � orang yang saleh biasa melakukan persiapan ini seawal mungkin sebelum datang Ramadhan. Bahkan mereka sudah merindukan kedatangannya sejak bulan Rajab dan Sya'ban. Biasanya mereka berdoa : "Ya Allah, berikanlah kepada kami keberkatan pada bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami kepada Ramadhan."

Dalam rangka persiapan ruh keimanan itu, dalam surah At-Taubah Allah melarang kita melakukan berbagai maksiat dan kedzhaliman sejak bulan Rajab. Tapi bukan berarti di bulan lain dibolehkan. Hal ini dimaksudkan agar sejak bulan Rajab kadar keimanan kita sudah meningkat. Boleh dikiaskan,bulan Rajab dan Sya'ban adalah masa pemanasan (warming up),sehingga ketika memasuki Ramadhan kita sudah bisa bisa menjalani ibadah shaum dan sebagainya itu bak sudah terbiasa. 

Kedua, adalah I'dad Jasadi, yakni persiapan fisik. 

Untuk memasuki Ramadhan kita memerlukan fisik yang lebih prima dari biasanya. Sebab, jika fisik lemah, bisa-bisa kemuliaan yang dilimpahkan Allah pada bulan Ramadhan tidak dapat kita raih secara optimal. Maka, sejak bulan Rajab Rasulullah dan para sahabat membiasakan diri melatih fisik dan mental dengan melakukan puasa sunnah, banyak berinteraksi dengan al-Qur'an, biasa bangun malam (qiyamul-lail), dan meningkatkan aktivitas saat berkecimpung dalam gerak dinamika masyarakat.

Ketiga, adalah I'dad Maliyah, yakni persiapan harta. 

Jangan salah faham, persiapan harta bukan untuk membeli keperluan buka puasa atau hidangan lebaran sebagaimana tradisi kita selama ini. Memersiapkan harta adalah untuk melipatgandakan sedekah, karena Ramadhanpun merupakan bulan memperbanyak sedekah. Pahala bersedekah pada bulan ini berlipat ganda dibandingkan bulan-bulan biasa.

Keempat, adalah I'dad Fikri wa Ilmi, yakni persiapan intelektual dan keilmuan. 

Agar ibadah Ramadhan bisa optimal, diperlukan bekal wawasan dan tashawur (persepsi) yang benar tentang Ramadhan. Caranya dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis ilmu tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntunan Rasulullah SAW, selama Ramadhan. Menghafal ayat-ayat dan doa-doa yang berkait dengan perlbagai jenis ibadah, atau menguasai berbagai masalah dalam fiqh puasa, juga penting untuk dipersiapkan.

Semoga persiapan kita mengantarkan ibadah shaum dan berbagai ibadah lainnya, sebagai yang terbaik dalam sejarah Ramadhan yang pernah kita lalui. Aamiin.

Sabtu, 17 Juli 2010

Karena hidayah itu begitu indah.....

Seorang teman menceritakan pengalamannya, “Ini ceritaku tentang adikku Nur Annisa, gadis yang baru beranjak dewasa namun agak Bengal dan tomboy. Pada saat umur adikku menginjak 17 tahun, perkembangan dari tingkah lakunya agak mengkhawatirkan ibuku, banyak teman cowoknya yang datang kerumah dan itu tidak mengenakkan ibuku sebagai seorang guru ngaji. Untuk mengantisipasi hal itu ibuku menyuruh adikku memakai jilbab, namun selalu ditolaknya hingga timbul pertengkaran-pertengkaran kecil diantara mereka. Pernah satu kali adikku berkata dengan suara yang agak keras “Mama coba lihat dech, tetangga sebelah anaknya pakai jilbab namun kelakuannya nggak beda ama kita, malah teman-teman Ani yang disekolah pake jilbab dibawa om-om, sering jalan-jalan, masih mending Ani, walaupun begini gini Ani nggak pernah mo kaya gituan” bila sudah seperti itu ibuku hanya mengelus dada, kadangkala di akhir malam kulihat ibuku menangis, lirih terdengar doanya “ Ya Allah, kenalkan Ani dengan hukum Engkau.”

Pada satu hari didekat rumahku, ada tetangga baru yang baru pindah. Satu keluarga dimana mempunyai enam anak yang masih kecil-kecil. Suaminya bernama Abu khoiri, (entah nama aslinya siapa) aku kenal dengannya waktu di masjid.

Setelah beberapa lama mereka pindah timbul desas-desus mengenai istri dari Abu khoiri yang tidak pernah keluar rumah, hingga dijuluki si buta, bisu dan tuli. Hal ini terdengar pula oleh Adikku, dan dia bertanya sama aku “kak, memang yang baru pindah itu istrinya buta, bisu dan tuli?”…trus aku jawab sambil lalu” kalau kamu mau tau,datangi aja langsung rumahnya”. Eehhh… tuh anak benar-benar datang kerumahnya. Sekembalinya dari rumah tetanggaku, kulihat perubahan yang drastis pada wajahnya, wajahnya yang biasa cerah nggak pernah muram atau lesu mejadi pucat pasi…entah apa yang terjadi…?

Namun tidak kusangka selang dua hari kemudian dia meminta pada ibuku untuk di buatkan Jilbab…yang panjang lagi…rok panjang, lengan panjang… aku sendiri jadi bingung… aku tambah bingung campur syukur kepada Allah SWT karena kulihat perubahan yang ajaib… yah kubilang ajaib karena dia berubah total… tidak banyak lagi anak cowok yang datang kerumah atau teman-teman wanitanya untuk sekedar bicara yang nggak karuan… kulihat dia banyak merenung, banyak baca-baca majalah islam yang biasanya dia suka beli majalah anak muda kayak gadis atau femina ganti jadi majalah-majalah islam, dan kulihat ibadahnya pun melebihi aku… tak ketinggalan tahajudnya, baca Qur’annya, sholat sunatnya… dan yang lebih menakjubkan lagi… bila teman ku datang dia menundukkan pandangan… Segala puji bagi Engkau ya Allah SWT jerit hatiku…

Tidak berapa lama aku dapat panggilan kerja di kalimantan, kerja di satu perusahaan minyak KALTEX. Dua bulan aku bekerja disana aku dapat kabar bahwa adikku sakit keras hingga ibuku memanggilku untuk pulang ke rumah (rumahku di madiun). Di pesawat tak henti-hentinya aku berdoa kepada Allah SWT agar Adikku diberi kesembuhan, namun aku hanya berusaha… ketika aku tiba di rumah… didepan pintu sudah banyak orang…tak dapat kutahan aku lari masuk kedalam rumah… kulihat ibuku menangis …aku langsung menghampiri dan memeluk ibuku… sambil tersendat-sendat ibuku bilang sama aku “Dhi, adikkmu bisa mengucapkan kalimat Syahadah diakhir hidupnya “… Subhanallah. Tak dapat kutahan air mata ini….

Setelah selesai acara penguburan dan lainnya, iseng aku masuk kamar adikku dan kulihat Diary diatas mejanya… diary yang selalu dia tulis, Diary tempat dia menghabiskan waktunya sebelum tidur kala kulihat sewaktu almarhumah adikku masih hidup,,, kemudian kubuka selembar demi selembar… hingga tertuju pada satu halaman yang menguak misteri dan pertanyaan yang selalu timbul dihatiku… perubahan yang terjadi ketika adikku baru pulang dari rumah Abu khoiri… disitu kulihat Tanya jawab antara adikku dan istri dari tetanggaku… isinya seperti ini :
-Tanya jawab ( kulihat dilembaran itu banyak bekas airmata)-

Annisa : aku berguman (wajah wanita ini cerah dan bersinar layaknya bidadari)… ibu… wajah ibu sangat muda dan cantik.

Istri tetanggaku : Alhamdulillah …sesungguhnya kecantikan itu datang dari lubuk hati.
Annisa : tapi ibu kan udah punya anak enam …tapi masih kelihatan cantik.

Istri tetanggaku : Subhanallah… sesungguhnya keindahan itu milik Allah SWT dan bila Allah SWT berkehendak… siapakah yang bisa menolaknya

Annisa : Ibu… selama ini aku selalu disuruh memakai jilbab oleh ibuku… namun aku selalu menolak karena aku pikir nggak masalah aku nggak pakai jilbab asal aku tidak macam-macam dan kulihat banyak wanita memakai jilbab namun kelakuannya melebihi kami yang tidak memakai jilbab… hingga aku nggak pernah mau untuk pakai jilbab… menurut ibu bagaimana?!?

Istri tetanggaku : duhai Annisa, sesungguhnya Allah SWT menjadikan seluruh tubuh wanita ini perhiasan dari ujung rambut hingga ujung kaki,segala sesuatu dari tubuh kita yang terlihat oleh bukan muhrim kita semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT nanti, jilbab adalah hijab untuk wanita…

Annisa : tapi yang kulihat banyak wanita jilbab yang kelakuannya nggak enak…

Istri Tetanggaku : Jilbab hanyalah kain, namun hakekat atau arti dari jilbab itu sendiri yang harus kita pahami

Annisa : apa itu hakekat jilbab ?

Istri Tetanggaku : Hakekat jilbab adalah hijab lahir batin, hijab mata kamu dari memandang lelaki yang bukan muhrim kamu, hijab lidah kamu dari berghibah dan kesia-siaan… usahakan selalu berdzikir kepada Allah SWT, hijab telinga kamu dari mendengar perkara yang mengundang mudharat baik untuk dirimu maupun masyarakat, hijab hidungmu dari mencium-cium segala yang berbau busuk, hijab tangan-tangan kamu dari berbuat yang tidak senonoh,hijab kaki kamu dari melangkah menuju maksiat, hijab pikiran kamu dari berpikir yang mengundang syetan untuk memperdayai nafsu kamu, hijab hati kamu dari sesuatu selain Allah SWT, bila kamu sudah bisa maka jilbab yang kamu pakai akan menyinari hati kamu… itulah hakekat jilbab.

Annisa : ibu… aku jadi jelas sekarang dari arti jilbab… mudah-mudahan aku bisa pakai jilbab… namun bagaimana aku bisa melaksanakan semuanya???

Istri tetanggaku : Duhai Nisa, bila kamu memakai jilbab itu lah karunia dan rahmat yang datang dari Allah SWT yang Maha Pemberi Rahmat, bila kamu mensyukuri rahmat itu kamu akan diberi kekuatan untuk melaksanakan amalan-amalan jilbab hingga mencapai kesempurnaan yang diinginkan Allah SWT… Duhai nisa,,, ingatlah akan satu hari dimana seluruh manusia akan dibangkitkan.. ketika ditiup terompet yang kedua kali… pada saat roh-roh manusia seperti anai-anai yang bertebaran dan dikumpulkan dalam satu padang yang tiada batas, yang tanahnya dari logam yang panas, tidak ada rumput maupun tumbuhan, ketika tujuh matahari didekatkan di atas kepala kita namun keadaan gelap gulita, ketika seluruh nabi ketakutan, ketika ibu tidak memperdulikan anaknya, anak tidak memperdulikan ibunya, sanak saudara tidak kenal satu sama lain lagi, kadang satu sama lain bisa menjadi musuh, satu kebaikan lebih berharga dari segala sesuatu yang ada dialam ini, ketika manusia berbaris dengan barisan yang panjang dan masing-masing hanya memperdulikan nasib dirinya,dan pada saat itu ada yang berkeringat karena rasa takut yang luar biasa hingga menenggelamkan dirinya, dan rupa-rupa bentuk manusia bermacam-macam tergantung dari amalannya, ada yang melihat ketika hidupnya namun buta ketika dibangkitkan,bada yang berbentuk seperti hewan, ada yang berbentuk seperti syetan, semuanya menangis… menangis karena hari itu Allah SWT murka… belum pernah Allah SWT murka sebelum dan sesudah hari itu… hingga ribuan tahun manusia didiamkan Allah SWT dipadang mahsyar yang panas membara hingga Timbangan Mizan digelar itulah hari Hisab… Duhai Annisa,,, bila kita tidak berusaha untuk beramal dihari ini, entah dengan apa nanti kita menjawab bila kita di sidang oleh Yang Maha Perkasa, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuat, Yang Maha Agung. Allah SWT…

Sampai disini aku baca diarynya karena kulihat berhenti dan banyak tetesan airmata yang jatuh dari pelupuk matanya… Subhanallah … kubalik lembar berikutnya dan kulihat tulisan : kemudian kulihat tulisan kecil di bawahnya buta, tuli dan bisu… wanita yang tidak pernah melihat lelaki selain muhrimnya, wanita yang tidak pernah mau mendengar perkara yang dapat mengundang murka Allah SWT, wanita tidak pernah berbicara ghibah dan segala sesuatu yang mengundang dosa dan sia sia.

Tak tahan airmata ini pun jatuh… semoga Allah SWT menerima Adikku disisinya… Amiin Subhanallah … aku harap cerita ini bisa menjadi ikhtibar bagi kita semua…

Ditulis oleh : Kang Alfan

19 tanda gagal Ramadhan...

Assalamulaikum Wr. Wb.
Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu syurga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-Kiat menghindarinya gagalnya Ramadhan dan Insya Allah kita bisa terhindar dari semua ini.
1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya'ban.

Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Sya'ban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu 'anha berkata,
"Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya'ban."

2. Gampang mengulur sholat fardhu.

"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih." (Maryam: 59)
"Celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5)
Menurut Sa'id bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.

3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.

Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." (Al-Anbiya:90)
"Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya." (Hadits Qudsi)

4. Kikir dan rakus pada harta benda.

Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.

5. Malas membaca Al-Qur'an.

Ramadhan juga disebut Syahrul Qur'an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur'an.
"Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur'an." (HR Baihaqi)
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya".(HR Bukhari)

6. Mudah mengumbar amarah.

Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda: "Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah."
Dalam hadits lain beliau bersabda: "Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.

"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya." (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

8. Memutuskan tali silaturrahim.

Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda: ".Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya." Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.

9. Menyia-nyiakan waktu.

Al-Qur'an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.
"Allah bertanya: ' Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi?'
Mereka menjawab: 'Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.'
Allah berfirman: 'Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. "Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai 'Arsy yang mulia." (Al-Mu'minun: 112-116)

10. Labil dalam menjalani hidup.

Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw:
"Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya." (HR Ahmad, Nasa'i, Baihaqi dari Abu Hurairah)

11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.

Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan 'amar ma'ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.

12. Khianat terhadap amanah.

Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak.
Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah. Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.

13. Rendah motivasi hidup berjama'ah.

Frekuensi shalat berjama'ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama'ah, yang saling menguatkan.
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh." (Ash-Shaf: 4)

14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.

Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.

15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.

Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.

16. Tidak mencintai kaum dhuafa.

Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.

17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
"Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Hasyr: 18 )

18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.

Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.

19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.

Secara harfiah makna Idul Fitri berarti "hari kembali ke fitrah". Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari "penjara" Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.
[dikutip dari Hidayatullah.com]
semoga bermanfaat...

Wassalam...

Innalaha ma ana......

Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia…
Allah tahu betapa keras engkau telah berusaha

Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih…
Allah sudah menghitung air matamu

Ketika kau fakir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berjalan begitu saja…
Allah sedang menunggu bersamamu

Ketika kau berfikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi…
Allah sudah punya jawabannya

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan…
Allah dapat menenangkanmu

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menelepon…
Allah selalu berada disampingmu

Ketika kau mendambakan sebuah cinta sejati yang tak jua kunjung datang…
Yakinlah sesungguhnya Allah mempunyai cinta dan kasih yang lebih besar dari segalanya

Ketika kau merasa bahwa kau mencintai seseorang, namun kau tahu cintamu tak terbalas…
Allah tahu apa yang ada di depanmu dan Dia sedang mempersiapkan segala yang terbaik untukmu

Ketika kau telah merasa dikhianati dan dikecewakan…
Allah dapat menyembuhkan lukamu dan membuatmu tersenyum

Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan…
Allah sedang berbisik kepadamu

Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur…
Allah telah memberkahimu

Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban
Allah telah tersenyum kepadamu

Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi…
Allah sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu

Ingat dimanapun dan kemanapun kau menghadap…
Allah SWT Maha Mengetahui

…maka cukuplah Allah sebaik-baik penolong bagimu…

Berhentilah mengeluh.....^^

Pantaskah kamu mengeluh??
Padahal kamu telah di-karuniai sepasang lengan yang kuat untuk mengubah dunia..??
layakkah kamu berkesah?Padahal kamu telah dianugerahi kecerdasan yang memungkinkan kamu membenahi sesuatunya.dua pasang mata,untung melihat secra normal..??
sepasang kaki u/ melangkah??pdahal kita sering menyalahgunakan kaki u/ perga ke tempat2 yang tidak bermanfaat..sdgkn di luar sana ada banyak orang u/ berdiri saja sulit..
sepasang telinga u/ mendengar..?padahal kita sering mendengar hal2 yang tidak seharusnya..
mulut yang sempurna??padahal kita sering gunakan u/ menggunjing orang lain dan mengatakan hal2 yang tidak baik..
Apakah kamu bermaksud menyia-nyiakan semua itu,lantas menyingkirkan beban tanggung jawab dari pundak kamu??
JANGAN!
jangan biarkan semua keku-atan yang ada pada dirimu terjungkal hanya karena kamu berkeluh kesah.Ayo,tegarkan hati,tegakkan bahu.jangan biarkan semangat hilang hanya karena tak tahu apa jawaban atas persoalan kamu. Jangan biarkan kelelahan menghunjam keunggulankamu!
ambil napas dalam-dalam,tenangkan semua alamraya yang ada dalam benak kamu,lalu temukan lagisecercah sinar dibalik awan galaksi.Dan,mulailahambil langkah baru.

Ibu yang cukup baik....

“Aku lelah, rumah berantakan, dan aku belum membuka surat-surat sepanjang minggu,” aku mengeluh kepada ibuku di telepon.

Micah kini berusia tiga bulan dan hidupku yang semula teratur dengan rapi menjadi jauh lebih berantakan dibandingkan kapan pun. Aku sudah mengira bahwa merawat seorang bayi yang baru lahir akan menjadi sebuah tantangan, tetapi aku tidak pernah membayangkan betapa memakan waktunya tugas ini.

Menyeimbangkan pernikahan dan menjadi seorang ibu dengan menjalankan sebuah rumah tangga, menulis sebuah kolom surat kabar, serta memproduksi sebuah program radio akhir minggu membuatku merayap keluar dari tempat tidur pada tengah malam untuk bekerja atau membersihkan rumah hingga pagi buta. Teman-teman bilang, semua ini nantinya akan terasa semakin mudah. Tetapi aku merasa semakin hari semakin ketinggalan saja.

“Biarkan Michael membantumu,” sarannya, tidak tahu bahwa suamiku sudah mengosongkan tempat sampah dan menyedot karpet untukku.

“Yah, dia melakukan apa yang ia bisa,” keluhku.

“Kalau begitu, biarkan aku membantumu,” Mom menawarkan. “Kau kan bekerja di rumah, jadi aku akan datang dan menjaga Micah di siang hari hingga kau dapat mengejar ketinggalanmu.”

Kedengarannya itu ide yang bagus dan Mom mulai datang setiap siang. Setelah beberapa minggu, masih banyak hal yang berantakan.

“Mengapa aku tidak bisa mengejar ketinggalan, ya?” aku bertanya pada Mom.
“Kau sibuk terus ketika aku di sini,” jawabnya, “Aku tidak mengerti kenapa kau tidak membuat kemajuan.”

Siang itu ketika Micah tidur, Mom berjingkat-jingkat pergi ke dapur. Dia mengosongkan mesin cuci piring, lalu mengisinya kembali dengan piring-piring yang tertumpuk di bak cuci piring.

Setelah melakukan sebuah wawancara lewat telepon, aku keluar dari ruang kerja untuk mengambil segelas teh. Ketika membuka lemari, aku melihat bahwa gelas-gelas di sana tidak berderet sebagaimana biasanya aku mengatur mereka. Aku memindahkan mereka ke tempat yang seharusnya. Ketika menarik laci untuk mengambil sendok gula untuk tehku, aku melihat peralatan makan tidak tersusun rapi maka aku meluruskan mereka.

Setelah mengaduk teh, aku meletakkan sendok di mesin cuci piring dan melihat bekas saos di sebuah piring. Aku mengeluarkan semua piring dan mulai mencucinya.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Mom. “Aku sudah membilasnya.”
“Aku tahu, terimakasih, tetapi masih terdapat sisa makanan di salah satu piring ini,” aku menjelaskan.
“Jadi kau mengeluarkan semuanya dari mesin cuci piring dan membilas ulang?” katanya dengan nada tinggi, sambil menaikkan alis.
Aku tersenyum lemah.

Beberapa hari kemudian, Michael memiliki waktu ekstra sebelum bekerja dan mengambil tumpukan cucian dari mesin pengering, melipatnya, dan meninggalkannya di atas sofa. Ketika Mom datang untuk menjaga Micah, dia melihatku melipat ulang setiap barang.

“Mengapa kau melakukan itu?” tanyanya.
“Michael tidak melipatnya seperti caraku,” aku menjelaskan.
“Apa bedanya?” tanya Mom
“Aku ingin ini dilakukan dengan sempurna,” jawabku.

Siang itu, aku kembali dari sebuah pertemuan. Mom dan Micah sedang bermain di atas selembar selimut di ruang duduk.
“Bagaimana kabar gadis kecilku?” Kuangkat Micah dan mulai menciumi wajahnya ketika aku melihat noda susu mengering di bajunya.

“Mom tidak lihat kalau dia meludahkan susu?” aku bertanya.
“Ya. Tapi cuma sedikit dan sudah kulap dengan kain alasnya,” jawab Mom.
“Aku selalu mengganti pakaiannya setiap kali kena air liur atau muntahan susu,” ujarku.

“Dan Sayang, berapa kali sehari kau mengganti pakaiannya?” tanya Mom.
“Empat atau lima,” kataku.
Mom mengernyitkan dahi. Aku tahu dia tidak mengerti.

“Dia amat lucu dan aku hanya ingin dia kelihatan selalu sempurna,” jelasku.
Mom menatapku lekat-lekat.
“Sayang, aku ingin bicara kepadamu mengenai sesuatu,” dia memulai. “Aku sudah mengamatimu dalam beberapa minggu ini dan kurasa aku tahu kenapa kau selalu ketinggalan.”

Kata-katanya mengalun merdu di telingaku. Rupanya dia sudah memecahkan misteri itu. Aku tak sabar mendengar solusinya.

“Kau menginginkan segalanya diselesaikan dengan sempurna.”
“Tentu saja,” jawabku. “Bukankah semua orang juga begitu?”

“Masalahnya bukanlah karena kau memiliki terlalu banyak hal untuk dilakukan, tetapi karena kau menginginkannya dilakukan dengan cara tertentu. Tidak semuanya harus dilakukan dengan sempurna,” katanya. “Kalau begitu kau perlu banyak sekali waktu. Lagi pula jika anak-anak tumbuh dengan orang tua yang mengharapkan kesempurnaan, mereka malahan merasa dikritik.”

Lalu Mom bercerita padaku tentang IBU YANG CUKUP BAIK.

Ibu Yang Cukup Baik meminta putranya untuk membereskan tempat tidurnya. Anak lelaki tersebut berusaha untuk menarik-narik seprai dan selimutnya. Akhirnya selesai, dia merasa amat puas dan berlari untuk memberi tahu ibunya.

Ketika sang ibu masuk ke dalam kamarnya, dia memperhatikan bahwa bantalnya miring dan garis-garis di atas selimut tidak sejajar.

“Menurut Ibu bagaimana?” tanya anak itu.
Sang ibu menepuk kepalanya dan berkata, “Pekerjaan yang baik, Nak.”
“Tapi Ibu, aku tidak bisa menyejajarkan garis-garis itu dengan sempurna,” kata si anak.
“Kau benar, Nak,” katanya. “Memang tidak sempurna, tapi sudah cukup baik, kok.”

Hari berikutnya si anak sedang mewarnai sebuah gambar. Sulit untuknya mewarnai gambar tanpa keluar garis. Dia menunjukkan hasil karyanya kepada Ibu Yang Cukup Baik.

“Bagaimana, Bu?” tanyanya.
Ibu Yang Cukup Baik memandang anjing hijau dan rumput ungu itu. Dia menepuk kepala putranya dan berkata, “Bagus, Nak.”
“Tetapi Ibu, aku tidak dapat mewarnai di dalan garis.”
“Kau benar, Nak. Memang tak sempurna, tapi sudah cukup baik.”

Kemudian ibuku merangkul bahuku.
“Sebagian besar tugas tidak harus dilakukan dengan sempurna. Melakukannya dengan cukup baik berarti sudah cukup baik!” dia berkata sambil tersenyum.

Aku memasuki kantorku. Ketika duduk di atas kursi kerjaku, aku memikirkan cerita itu dan memandangi map-map yang bertumpuk di atas meja. Aku belum meletakkan mereka ke dalam laci karena aku ingin membeli sebuah pembuat label dan belum menemukan barang tersebut dijual selama setahun terakhir.
Beberapa menit kemudian, Mom berjalan memasuki pintu.

“Kau sedang apa?” tanyanya.

“Aku sedang menuliskan judul dari map-map ini dan menyingkirkan mereka,” kataku. “Tadinya aku tidak mau seperti begini, tetapi sekarang aku sadar kalau cara ini cukup baik.”

****
PERHATIAN yang Harus diperhatikan dengan penuh kehati-hatian agar terperhatikan:

Ini tulisan BUKAN karya Riza. Ini diketik ulang, kupipes dari esai berjudul sama yang ditulis Stephanie Welcher Thompson untuk buku Chicken Soup for The New Mom’s Soul terbitan GM, Jakarta 2010.

Ada pesan moral yang kuperoleh pasca membacanya. Pesan yang cukup general. Aku tidak akan mendikte teman-teman dalam hal ini. Jadi, silahkan petik sendiri hikmahnya. Hanya berbagi apa yang kukira layak. Semoga beroleh manfaat yang jamak. Teman, maaf, tapi memang ini ‘sedikit’ panjang


Sumber: http://rekamjejak.multiply.com/journ...ang_Cukup_Baik

mba ami...mas moel...mas io....

Apa yang terbayang pada benak Anda mengenai pekerjaan ibu rumah tangga?? Sebuah pekerjaan
monoton yang tiada habisnya, tidak mendapatkan status sosial yang jelas, tidak diberi imbalan materi,
bahkan tunjangan para istri dari deretan gaji para suami sungguh tidak seberapa. Lalu, apa yang bisa
diharapkan dari pekerjaan-pekerjaan rumah tangga?

Tetapi tidak demikian dengan Ummu Abdullah yang saya kenal. Beliau berputra enam, bersuamikan
seorang anggota legislatif Daerah Tingkat I dari Partai Keadilan. Beliau senanriasa memulai pekerjaan rumah tangganya sejak pukul dua dinihari, sehingga pekerjaan rumah seprti mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, mempel, menyiapkan keperluan anak-anak sekolah, hingga memasak, telah selesai sejak shubuh menjelang. Bahkan, beliau senantiasa shalat malam dan selalu sempat membangunkan putri sulungnya untuk shalat malam dengan makanan yang telah masak. Praktis, beliau selalu tidur hanya 4-5 jam sehari Pada siang hari, beliau tidak sedikit pun berhenti mengerjakan amaliyah. Dengan jumlah sembilan majelis taklim di bawah beliau maka praktis beliau setiap hari dua kali mengisi kajian. Masya Allah....

Lelahkah Ummu Abdullah dengan pekerjaan-pekerjaan itu? la berkata kepada saya: "Sesungguhnya
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga kita adalah upaya untuk mencari eksistensi diri kita di hadapan Allah,
bukan di hadapan siapa-siapa, bukan suami, bukan anak-anak, bukan orang lain. Maka ia akan setara
dengan jihad fisabilillah."

Mahasuci Allah. Betapa ketika seluruh muara amal kita adalah untuk-Nya, pekerjaan apa pun menjadi
besar, walau secara pandang mata dunia tampak kecil, seperti pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang
senantiasa dianggap remeh oleh sebagian besar teman-teman yang menyebut diri feminis.
Berebut amal. Berapa kalikah kita belajar tentang banyaknya pahala amal shalih? Bagaimanakah
selama ini kita mempelajari arti amal shalih? Tentu kita sudah menghafal hadits Rasul yang mengatakan
bahwa menyingkirkan duri di jalan pun adalah sedekah (amal shalih), tetapi sudahkah kita mengambil
kesempatan untuk memperebutkannya?

Maka dengarlah nasihat Ummu Abdullah pada putranya:
Suatu kali, Abdullah selesai makan, berbarengan dengan adik-adiknya. Seperti biasa, kemudian
mereka mencuci piring masing-masing. Tetapi, ternyata ada salah satu dari adik Abdullah yang tidak
mencuci piring kotor bekas makannya. Maka, saat itu, Ummu Abdullah berkata: "Kakak, tolong cuci piring
ini. Ummi masih ngepel,
"Ah, piring kotor itu bukan bekas makanku, Ummi," jawab Abdullah.
Maka sang Ummi berkata, "Dengarlah, Nak, sesungguhnya amal adalah sesuatu yang harus
diperebutkan. Semakin banyak kita mengerjakan amal maka yakinlah bahwa kita akan lebih dimudahkan
oleh-Nya…“.

Izzatul Jannah

dikutip dari -Bukan Di Negeri Dongeng-


"Dek,,klo kamu sudah lulus, kamu masih mau di Malang t..?"

pertanyaan d telp terakhir...

'memangnya kenapa mba...?' tanyaku,

dan ternyata,
mas Moel (suami mbakuw) sudah mau sellasai kuliah,mau thesis,
bis itu mbaku yg mau ngelanjutin ke spesialis juga,
aku yg di minta jagain Fathin.... x_x

mmhhh......ok de,
subhanallah melihat kakak2kuw...
kayanya memang Allah menakdirkan sepert itu,
mbakuw tipe wanita yg suka belajar, suka bekerja di luar (bener gak mba??hehe...),
dpt suami yg suka belajar juga (bner gak mas..??hehe...)
sdgkn aku sebaliknya...tipe perempuan rumah,seperti mama,,klopun kerja,ya kerjanya d rumah ato minimal yg bisa di awasi dari rumah...(InsyaAllah)

yaahhh...minimal papa udah bisa seneng dg prestasi2 mba.. ^^
ayoo mba ami..mas moel...lanjutkan!!! \\(^^)//
biar ade yg jaga Fathin....nti ade tak menjadi Ammah yg bae..^^


mas io klo udah lulus,,mau netep dmn mas...?? =)


Allah sudah membuat semuany dengan sebaik mungkin,
hohoho...
Geje,

-saat sedang menyelesaikan tugas UAS-

Kamis, 15 Juli 2010

Kisah Nyata Penyesalan Seorang Istri...

Suamiku kini tlah tiada dan penyesalanku yg terus ada 
Ini adalah kisah nyata di kehidupanku 
Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada 
Begitu besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku 
Begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku 

Suamiku adalah seorang pekerja keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup. 

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah. 
Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak mengerti aku,dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya. 

Tapi kini aku tahu. 

Semua ucapanku selama ini salah.dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada. 
Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. 

Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya. 

Dia berkata, “ setiap kali kami ajak dia makan siang,mas anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali,alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang.lalu bagaimana aku bisa makan siang.” Saat itu tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga,tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.” 

Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat. 

Teringat akan amarahku pada suamiku,aku selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan,dia tak pernah peduli pada anak kita. Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi, “ perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. 

Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran. Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin,sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.” 

Membaca itu,benar2 baru kusadari.betapa suamiku menyayangi putraku.betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita. 

Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ ibu capai?istirahat dulu saja” 

Dengan kasar kukatakan, “ ya jelas aku capai,semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak,urus cucian,masak,ayah tahunya ya pulang datang bersih.titik.” 

Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas. 

Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku. 

“pak kenapa cari klinik yang termurah?saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula” 
Dan suamiku menjawab, “ tak usahlah terlalu mahal. Aku cukup saja aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.” 

Tuhan..Maafkan hamba Tuhan,hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang kini ada. 

Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan dan tak merubah apa-apa. 

Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari. 

Banggalah pada suamimu,karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya. 

Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban berat di luar sana. 

Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu. 
Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata lebar-lebar. 
Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya. 

Teruntuk suamiku. 
Maafkan aku sayang. 
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan. 
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu. 
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu. 
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu. 
Aku bangga padamu,aku sayang padamu. 
Istrimu 

Rina 



(dikutip dari forum KasKus ) 

semoga kita bs mengambil pelajaran dari sini... 

Rabu, 14 Juli 2010

Rebutlah hati suamimu dengan bersegera menta’atinya...

Istri yang bijak adalah istri yang dapat mengerti dan memahami kewajiban yang harus dilakukannya. Memahami bahwa mentaati suami merupakan salah satu kewajibannya. Dan bahwa mentaati suami dalam perkara yang bukan maksiat merupakan penyebab ia masuk ke dalam jannah.

Rasulullooh Shololloohi ‘alahi wassallaam telah bersabda:

“Apabila seorang wanita telah mengerjakan sholat lima waktu, puasa bulan ramadhon, menjaga kemaluannya, mentaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya: “Masuklah jannah dari pintu manapun yang engkau suka”. (Shahih Al-Jami’ Al Kabir)

Ketahuilah, kewajiban utama seorang istri terhadap suaminya adalah mentaatinya dalam perkara-perkara yang bukan maksiat dan tidak menyeret kepada mudhorat. Ketaatan istri ini akan memberikan pengaruh yang amat besar dalam menciptakan suasana keluarga yang harmonis. Dalam hadits tentang kisah delegasi kaum wanita, mereka menyebutkan tentang pahala yang diperoleh para lelaki dengan jihad, kemudian mereka bertanya, “Bagaimana kami dapat memperoleh keutamaan seperti demikian?”

Maka Rasulullooh Shololloohi ‘alahi wassallaam bersabda:

“Sampaikan kepada para wanita yang kalian jumpai bahwa mentaati suami dan menunaikan hak-haknya dapat menyamai semua keutamaan itu…” (HR. Al-Bazaar dan Ath-Thobrani)

Kewajiban kepada suami bukan berarti menihilkan kepribadianmu sebagai wanita. Bukan berarti hegemoni kaum lelaki terhadap wanita dan bukan pula berarti kehidupan rumah tangga menjadi ajang pertempuran, penentangan dan membuat keras kepala. Namun, merupakan kehidupan yang mana kesantunan menjadi ciri utamanya.

Sesungguhnya ketaatan istri kepada suaminya secara ma’ruf dan kecintaannya kepada suaminya bisa mengangkat kedudukannya di sisi Allooh dan mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan baginya. Dan suaminya juga akan mentaatinya dan menuruti keinginannya yang syar’i. Dalam sebuah mutiara-mutiara hikmah, disebutkan: “Sebaik-baik istri adalah yang ta’at, mencintai, bijak, subur lagi penyayang, pendek lisan (tak cerewet) dan mudah diatur.”

Suami akan sangat gembira ketika mendapatkan istrinya segera mentaatinya, tidak bermalas-malasan dalam menunaikan apa yang dikehendakinya, bahkan terkadang sampai pada taraf kedua-duanya memahami apa yang diingini oleh pasangannya, ia tidak perlu memikirkannya sebelum menyebutkannya.

Itu berarti engkau benar-benar mengharapkan ridha suamimu dan berusaha untuk meraihnya. Dan juga berarti engkau mengetahui jalan menuju jannah.

Rasulullooh Shololloohi ‘alahi wassallaam bersabda:

“siapa saja wanita yang meninggal sementara suaminya ridho terhadapnya maka ia pasti masuk jannah.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Dikutip dari Kuuni Zaujatan Naajihatan, DR. Najla’ As-Sayyid Nayil.


www.jilbab.or.id

wahai ikhwan akhwat maya....

Duhai Akhwat... Renungkan ini...

Duhai akhwat yang kukagumi
Yang memiliki iman di hati
Dengarlah suara hati para lelaki
Sudahi menebar simpati
Hentikan bermanja pada kami
Kami ikhwan biasa yang tidak suci
Yang ingin teguh di jalan Ilahi.

Duhai yang kukasihi para akhwat
Yang memiliki malu, hormat dan martabat
Kami adalah pria biasa yang mudah terpikat
Iman kami tak sekuat para nabi dan shahabat
Fotomu bertebaran menggoda dan mengusik syahwat
Kecantikanmu menembus hati yang taat syariat.

Duhai akhwat yang kusanjungi
Jangan hajar emosi dan jiwa kami
dengan perhatian yang murah
Jiwa ini terasa gerah
dengan pujian yang membuncah.

Duhai akhwat yang kupuja
Engkau adalah mutiara berharga
Harapan bangsa dan agama
Bukan hanya fisik yang harus dijaga
Akhlak juga harus dihiasi
dengan lembaran hidup islami

Engkau akan terlihat anggun
Bukan karena pengagummu yang berjibun
Tapi karena sikapmu yang santun
Engkau semakin mempesona
Dengan izzahmu yang terjaga
Engkau semakin cantik memikat
Karena kepribadianmu yang sesuai syari'at


Wahai Ikhwan... Jangan Lumpuhkan Hati Kami

Wahai Ikhwan...
Yang masih memiliki hati
Dengarlah jeritan hati kami
Sudahi merayu kami
Hentikan menebar simpati.

Kami hanyalah akhwat
Yang ingin menggapai cinta Ilahi
Yang mempunyai iman setipis ari
Menghadapi sikapmu yang tak terkendali
Terkadang kami tak cukup kuat.

Wahai Ikhwan...
Yang masih mempunyai nurani
Dengarlah suara hati kami
Jangan rintangi dakwah kami
Jangan matikan komitmen kami
Jangan serang kami dengan komentar basi.

Kami hanyalah akhwat biasa
Yang sedang mencari jati diri sejati
Yang tak sekuat iman istri para Nabi
Kami risih dengan candamu yang menjadi-jadi

Wahai Ikhwan...
Yang mempunyai lubuk hati
Dengarlah keluhan jiwa kami
Jangan goda kami dengan ta'aruf islami
Jika hanya sekedar mencari sensasi
Hati kami bukanlah kelinci semurah kue serabi.. 
Kami akhwat yang menjunjung amanah Ilahi
Mengemban dakwah dalam naungan visi dan misi

Wahai Ikhwan...
Yang memiliki belas asih
Dengarlah pinta kami
Hargai hijab lebar kami
Bantulah kami kokohkan harga diri
Jangan lucuti semangat kami
Jangan runtuhkan ketegaran kami

http://myquran.com/forum/showthread.php/6400-Duhai-ikhwan-akhwat-maya...